DALIL TAHLIL DAN PERKARA BIDAAH



Benda khilaf yang tak pernah nak selesai...cuba berlapang dada...


Di kalangan ahlu sunnah telah menjadi tradisi jika salah satu dari mereka meninggal, mereka berkumpul di rumah keluarga yang ditinggalkan. Untuk membaca sebagian Al Quran dan Tahlil kemudian menghadiahkan pahala bacaan tersebut kepada mayit. Akan tetapi perbuatan ini ternyata menuai kritik dari sebagian kalangan umat islam. Bahkan mereka mengatakan bahwa semua perbuatan ini bid`ah yang menyesatkan karena tidak pernah dicontohkan oleh Nabi Muhammad dan khulafaur rasyidin.

Kami menjawab;

Jika kita cermati, Tahlil sebenarnya merupakan salah satu bentuk ihtifal (perayaan). Semua bentuk ihtifal __semisal perayaan hari ulang tahun kemerdekaan, perayaan haul, perayaan hari lahir dan lain sebagainya__ memang tidak memiliki dalil khusus yang datang dari Nabi. Akan tetapi perlu juga ditekankan bahwa tidak ada dalil yang melarangnya.

Memang ihtifal adalah hal baru (bid`ah) yang tidak ada di masa Rasul, akan tetapi tidak semua hal yang tidak dilakukan pada zaman Rasul dipandang sesat. Buktinya banyak hal baru yang dianggap baik oleh semua ulama dan kaum muslim meskipun tidak dilakukan oleh Rasul. Seperti pengumpulan Al Quran oleh khalifah Abu Bakar, anjuran shalat tarawih berjamaah oleh Sayidina Umar, dua adzan jum`at dan pembukuan Al Quran oleh Sayidina Utsman, pemberian harakat, titik, tanda-tanda ayat, waqaf, rubu` dan juz pada Al Quran yang baru dilakukan pada masa Dinasti Umayyah, penyusunan kitab hadits dan pengkodefisikasiannya, penyusunan dan pembukuan cabang-cabang ilmu-ilmu agama seperti fiqih, tafsir, tauhid, bahasa arab dan sebagainya.

Semua itu tidak pernah dicontohkan oleh Rasul akan tetapi tidak ada seorangpun dari kita yang berani menyebutnya sesat, bahkan kita semua menganggapnya sebagai jasa yang sangat besar artinya bagi umat islam.

Oleh karena itu janganlah kita identikkan semua hal baru sebagai bid`ah yang sesat, karena para ulama sendiri __ yang kapasitas keilmuanya jauh melebihi kita__ telah memilah hal yang baru (bid`ah) menjadi dua, ada yang baik dan ada pula yang tercela(1). Bahkan sebagian mereka membagi bid`ah menjadi lima bagian, ada yang wajib, sunah, mubah, makruh dan haram(2).

Yang mereka jadikan patokan dalam memilah hal-hal baru ini adalah Al Quran dan Hadits, Semua hal baru yang menyalahi apa yang telah ditetapkan hukumnya oleh keduanya, itulah yang dimaksud dengan bid`ah dalam perkataan Rasul كل بدعة ضلالة (setiap bid`ah adalah sesat). Sedangkan hal baru yang tidak menyalahi keduanya maka tidak bisa dengan gegabah dihukumi sesat bahkan jika memiliki maslahat kita bisa menggolongkanya pada bid`ah yang baik, sebagaimana yang dikatakan Sayidina Umar mengenai shalat tarawih berjamaah نعمت البدعة هذه (Inilah sebaik-baiknya bid`ah)(3).

Begitulah juga dalam masalah ihtifal, sebelum kita menghukuminya, kita harus terlebih dahulu mencermati isi acara-acara tersebut. Jika isinya adalah hal-hal baik seperti pembacaan Al Quran, nasihat-nasihat, dan semua yang tidak menyalahi syariat maka tidak boleh kita menghukuminya dengan sesat. Akan tetapi jika isinya adalah hal-hal yang bertentangan dengan syariat seperti mabuk-mabukan, ikhtilat (percampuran) antara lelaki dan perempuan, inilah yang dilarang untuk dilakukan. Akan tetapi, meskipun demikian kita tetap tidak bisa menghukumi secara mutlak mengenai acara yang baik dengan hukum sunnah.

Karena di dalam Islam, kita tidak diperbolehkan untuk melakukan tasyri’ (mengada-ada hukum baru).

Setelah kita memahami hakikat bid`ah, maka tidak tepat jika kita katakan bahwa acara Tahlil merupakan bid`ah yang sesat, karena lazimnya isi dari acara tahlil adalah pembacaan ayat-ayat Quran, macam-macam dzikir, shalawat serta do`a bagi mayit, Semua ini tidak bertentangan dengan Al Quran dan hadits bahkan merupakan perbuatan-perbuatan yang dianjurkan Syariat dan bermanfaat baik bagi yang menghadirinya maupun bagi mayit.

justru seharusnya acara ini digolongkan sebagai bid`ah yang baik atau gagasan baru yang pelakunya pantas untuk diberikan ganjaran kebaikan seperti yang disabdakan Nabi:
...من سَنَّ في الْإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْ
رُهَا وَأَجْرُ من عَمِلَ بها بَعْدَهُ من غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ من أُجُورِهِمْ شَيْءٌ
“ Siapa yang menciptakan gagasan baik dalam Islam, maka dia akan memperoleh pahalanya dan pahala orang yang melaksanakanya dengan tanpa dikurangi sedikitpun ...”(HR Muslim)(4)

Sedangkan mengenai sampainya amalan kebaikan yang dihadiahkan kepada mayit itu bukan urusan kita, hanya Allah saja yang berhak untuk menentukanya.

Para ulama sendiri sendiri berbeda pendapat mengenainya terutama mengenai sampainya bacaan Al Quran kepada mayit, Jumhur ulama mengatakan sampainya bacaan Al Quran tersebut kepada mayit akan tetapi Imam Syafii menyatakan tidak sampai. Meskipun demikian Beliau tidak melarangnya. Bahkan sebagian ulama Mazhab Syafii sendiri ada yang berbeda pendapat dengan Imam Syafii dan menyatakan mengenai sampainya pahala tersebut pada mayit.

Akan tetapi seluruh ulama sepakat mengenai bermanfaatnya do`a bagi mayyit, berdasarkan ayat al Quran :
وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آَمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ [الحشر/10[
Artinya :
“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: "Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan Saudara-saudara kami yang Telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang “. (QS Al Hasr : 10)

Berdasarkan kesepakatan ini, jika setelah kita melakukan amalan untuk mayit __termasuk di dalamnya bacaan Al Quran__ kemudian kita berdoa agar amalan tersebut disampaikan pada mayit, maka doa tersebut akan bermanfaat bagi mayit.

Hal lain yang sering dipermasalahkan dalam tahlil adalah masalah penyuguhan makanan yang dilakukan keluarga mayit untuk mereka yang menghadiri tahlil. Memang sebenarnya yang dianjurkan untuk menyediakan makanan adalah para tetangga mayit bagi keluarga mayit, ini berdasar sabda Nabi ketika wafatnya sahabat Ja`far :
اصْنَعُوا لآلِ جَعْفَرٍ طَعَامًا فَإِنَّهُ قَدْ أَتَاهُمْ أَمْرٌ شَغَلَهُمْ
Artinya :
“Buatlah makanan untuk kelurga Jakfar, karena mereka sedang menghadapi urusan mereka (musibah)” (HR Abu Dawud) (5)

Akan tetapi tidak mengapa jika keluarga mayit ingin menghormati tamunya dengan menyuguhi makanan, bukankah kita diperintah untuk menghormati tamu kita?, apalagi jika diniatkan sedekah untuk mayit. Lagipula, mereka tidak meyakini bahwa membuat makanan dan minuman untuk orang yang hadir adalah suatu kewajiban. Yang dilarang adalah jika terdapat ada unsur takalluf (membebani diri sendiri) dari keluarga mayit dalam penyuguhan tersebut.

Adapun mengenai pembacaan tahlil yang dilakukan dengan suara keras, ini tidak bertentangan dengan ayat :
وَاذْكُرْ رَبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِيفَةً وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَالْآَصَالِ وَلَا تَكُنْ مِنَ الْغَافِلِينَ [الأعراف/205]
Artinya :
“ Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai. “

Karena ayat ini turun ketika Rasulullah berada di Makkah. Ketika itu Beliau membaca Al Qur’an dengan mengeraskankan suaranya sehingga membuat orang-orang musyrikin yang mendengar apa yang dibaca merasa terganggu dan mulai mencaci Beliau dan tuhannya.

Untuk meredakan sekaligus mencegah terulangnya peristiwa ini, Allah memerintahkan Nabi untuk melembutkan suaranya dalam membaca Al-Quran melalui ayat ini.
Maka bukan pada tempatnya jika kita menjadikan ayat ini sebagai dalil untuk melarang pembacaan tahlil atau zikir lainnya dengan suara keras. karena kini kejadian seperti di atas tidak lagi terjadi walaupun ayat-ayat Alqur’an dibaca dengan jahr (keras). Terlebih jika kita mengikuti pendapat sebagian mufassirin yang mengatakan bahwa larangan mengeraskan suara yang dimaksud dalam ayat diatas dikhususkan dalam sholat-sholat maktubah (fardhu) saja (6).

Sedangkan mengenai pembacaan tahlil yang dilakukan secara berjamaah, maka karena tidak ada dalil yang melarang untuk membaca zikir secara berjamaah, berarti hukumnya adalah boleh. Justru jika kita menghukumi bid`ah (mengada-ada), kitalah yang lebih layak untuk disebut ahli bid`ah karena kita telah berani mengada –adakan hukum haram kepada sesuatu yang tidak diharamkan oleh syariat.


***
copy dari facebook Md Hafiz Isnin

Comments

m taufiq a aziz said…
#bahagian 1
WASIAT TGNA TENTANG TAHLIL - PENDIRIAN DAN HUJJAH WARGA PRIHATIN

WASIAT TGNA ini telah membuka satu lembaran pengkajian berkaitan budaya tahlil yang selama ini berlaku dalam budaya masyarakat kita. Hasrat beliau disampaikan sendiri oleh anaknya. Ia mengambil uswah daripada Rasulullah SAW yang tidak pernah mengadakan majlis tahlil di zaman baginda.

Di samping itu, isu ini timbul atas budaya dan habit masyarakat yang terlalu taksub dan memuja tokoh agamawan sehingga melampaui batas.

Kami lihat ada hikmah yang sangat besar daripada asbab wasiat TGNA ini. Ia mencetuskan PENGGALIAN ILMU oleh kita yang masih hidup supaya mengkaji semula budaya tahlil arwah yang telah menjadi ikutan dari zaman nenek moyang kita hingga sekarang. Sampai satu tahap keengganan mengadakan kenduri tahlil pada malam-malam selepas pengebumian jenazah akan dianggap amat pelik.

Namun mutakhir ini, maklumat di hujung jari. Interaksi masyarakat kita dengan ulama-ulama antarabangsa, juga adanya pelajar-pelajar jurusan agama ke serata dunia, maka idea mengadakan kenduri tahlil telah disambut dengan pelbagai reaksi. Ada yang masih kuat berpegang dengan ritual itu. Ada yang menentang sekeras-kerasnya. Ada juga yang bersikap pertengahan; jika dijemput mereka raikan, jika tiada juga tidak jadi isu. Setiap kelompok ini ada dalilnya masing-masing.

m taufiq a aziz said…
#bahagian 2
DEFINISI & ATURCARA RITUAL TAHLIL ARWAH

Sebelum kita pergi jauh, kita perlu jelaskan dahulu istilah yang digunakan. Apakah makna dari segi bahasa dan juga persepsi masyarakat secara adat tentang TAHLIL ARWAH.

Secara bahasa TAHLIL berakar dari kata HALLALA (هَلَّلَ), YUHALLILU ( يُهَلِّلُ ) TAHLILAN ( تَهْلِيْلاً ) yang membawa banyak maksud. Makna yang paling hampir ialah penyembahan, penegasan, kesimpulan dan penafian. Ini diterjemahkan oleh lafaz NAFI ISBAT kita melalui bacaan kalimah “LA ILAHA ILLALLAH”. Di situlah kita MENAFIKAN adanya ILAH selain ALLAH dan men'SABIT'kan akidah kita denganNya.

Secara kaifiah (kaedah) amalan TAHLIL ARWAH ini difahami oleh masyarakat sebagai satu tradisi membaca ayat-ayat tertentu dari Al-Quran, diikuti dengan zikir berupa istighfar, selawat, tasbih, tahmid, takbir dan tahlil (kalimah tauhid). Ritual itu ditutup dengan doa khusus dan jamuan makan. Sebahagiannya turut memberi upah kepada ahli majlis yang hadir. Harapannya ialah agar pahala tahlil itu dapat dihadiahkan untuk orang yang meninggal dunia.
m taufiq a aziz said…

#bahagian 3
HAKIKAT TAHLIL SECARA AKTUAL

Secara positif, segala doa dan bacaan semasa tahlil boleh dijadikan BAHAN SERUAN untuk mengukuhkan akidah dan meningkatkan perhambaan manusia dengan tuhannya.

MEMBACA YAASIN & AL-FATIHAH - Sebagaimana konsep Rahsia Solat dan Rahsia Fatihah yang telah kami kongsikan, membaca Al-Fatihah dan ayat-ayat dari surah al-quran selepas Fatihah adalah merupakan satu bentuk frame dan manhaj dalam ibadah kita kepada Allah. Semua itu difokuskan untuk melaksanakan segala perintah, hanya dengan aturan daripada Allah. Pelaksanaannya tidak boleh bercanggah dari apa yang telah ditetapkan dalam lingkungan Rububiyah, Ubudiyah dan Mulkiyah Allah.

MEMBACA 3 QUL iaitu Surah 112-Al-Ikhlas, 113-Al-Falaq dan 114-An-Nas adalah untuk menyeru kita agar KEKAL BERPRINSIP sebagai seorang hamba Allah, satu-satunya AL-ILAH (sembahan).

MEMBACA AYAT KURSI DAN BEBERAPA AYAT AWAL DARI SURAH AL-BAQOROH juga untuk memantapkan pendirian dan menguatkan tekad kita untuk mengabdikan diri kepada ALLAH.

KALIMAH TAHLIL (LA ILA HA ILLALLAH) adalah simpulan VISI untuk ibadah kita. Ia adalah kalimah yang amat besar yang Allah nukilkan sebagai seruan utama oleh semua para Rasul (QS:16/36). Menyekutukan ALLAH adalah dosa yang tak terampun (QS:4/116). Asas pendidikan anak juga dari kalimah ini (QS:31/13). Itulah tujuan utama kita hidup di dunia ini (QS:51/56). Banyak lagi dalil-dalil dari AQ dan hadith tentang kepentingan kalimah toiyibah ini untuk mengukuhkan iman kita.

ZIKIR TASBIH (mensucikan), TAHMID (memuji) dan TAKBIR (membesarkan Allah) yang dibacakan sebelum kalimah Tahlil itu pula adalah MISI atau gerak kerja JIHAD FI SABILILLAH dalam ibadah kita mentauhidkan Allah. Dengan misi yang menjurus kepada MENSUCIKAN nama Allah, MEMUJI dan MEMBESARKAN Allah itulah dapat kita capai visi tauhid “TIADA ILAH MELAINKAN ALLAH”.

Akhir sekali ialah DOA dan SERUAN khusus. Doa Tahlil ini seharusnya mampu memberikan peringatan dan nasihat kepada seluruh Jemaah yang hadir. Pesan-pesan dari didikan si mati juga boleh dipanjangkan. SERUAN itulah yang menjadikan program tahlil itu bermanfaat sebagai hikmah kepada sesuatu KEMATIAN. Ia mampu menghidupkan jiwa, mencegah perkara keji dan mungkar lalu mendekatkan manusia kepada PENGATUR (RABB) dengan melaksanakan PERATURANNYA.

Apa yang penting ialah ILMU yang ditinggalkan oleh si mati untuk kita warisi, teladani dan teruskan perlaksanaannya sebagai sesuatu yang bermanfaat. Ia amat berguna untuk membina insan pendokong agama dan mampu menzahirkan Islam melebihi agama yang lain. Seruan dan ILMU yang dikembangkan dalam tahlil inilah yang membezakan RITUAL KEMATIAN agama Islam daripada agama-agama lain.

m taufiq a aziz said…
#bahagian 4
KONFLIK KENDURI & MAKSIAT DI MAJLIS TAHLIL ARWAH

Majlis kenduri arwah dikenali dengan berkumpul beramai-ramai dan mengadakan jamuan di rumah si mati. Kebiasaannya diadakan sama ada pada hari kematian, di hari ke2, ke3, ke7, ke40 dan ke100. Bagi mereka yang fanatik kepada kepercayaan ini atau terlalu mengagungkan si mati malah mengadakannya setahun sekali, khususnya menjelang ramadhan atau perayaan tertentu.

Sebenarnya banyak perkara Khurafat lain yang juga turut dilakukan oleh masyarakat. Contohnya upacara persandingan yang seolah-olah satu kewajipan. Padahal acara persandingan itu hanya merupakan adat Hindu yang mengagung-agungkan Dewa Rama dan Dewi Sita.

Begitu juga amalan selepas kematian. Mesti diadakan kenduri masuk kubur, makan serabai di hari ke3, kenduri pecah perut pada hari ke 7, kenduri roh berpisah dengan waris pada hari ke40 dan kenduri 100 hari iaitu tatkala turun batu nisan agar ruh itu masuk dalam jemaahnya sebagai ahli kubur.

Ironinya, masyarakat Islam kini juga turut percaya bahawa orang beriman akan disoal dalam kubur selama 7 hari berturut-turut. Orang musyrik sampai 40 hari. Siapakah yang memberitahu kita semua itu? Siapakah yang pernah keluar dari kubur untuk ceritakan perihal kubur? Allah tak beritahu benda ghaib termasuk hal ehwal dalam kubur. Yang allah sebutkan ialah akan dihidupkan semula dari kubur. Itupun masih ada takwil muhkamat dan mutasyabihat. Rasulullah SAW sendiri katakan baginda tidak tahu perkara yang ghaib!

Nanti akan ada yang mengaitkan dengan benda ghaib yang nabi SAW ceritakan dalam peristiwa Isra’ Mikraj. Sebenarnya banyak lagi kekeliruan yang melanda umat Islam tentang tarbiyah Israk Mikraj ini. Kita gagal mengkaji dan mengesan bahawa apa yang nabi SAW ceritakan itu adalah suatu yang nyata, bukan suatu yang ghaib. Cumanya kita tidak dapat memecahkan Kod Mutasyabihat dari kisah itu.

Banyak fakta dan dalil yang tidak mampu kami muatkan di sini kerana ianya terlalu panjang. Cukuplah kami katakan bahawa dalil periwayatan Isra’ Mikraj tidak boleh digunakan sehingga mengatakan segala yang berlaku dalam kubur itu diceritakan oleh Nabi SAW selagi tiada dalil wahyu. Allah sendiri menyanggah fenomena ini dengan jelas. (QS:42/51) (QS:13/31). (QS;35/32)

Percanggahan pendapat berputar samada amalan kenduri tahlil ini dibolehkan atau tidak? Masing-masing bawa hujah dan pendapat dari Al-Quran, hadith, athar, qias, dan lain-lain. Dalam sedar atau tidak, hal ini dijadikan KAYU UKUR bagi menilai pegangan agama individu. Adakah mereka Salafi, Wahhabi, Sufi, Syiah, Sunni dan sebagainya. Amalan LABEL MELABEL ini juga amat memualkan sekali.
m taufiq a aziz said…
#bahagian 5
BOLEHKAH TRANSFER PAHALA?

Kalaulah amalan majlis tahlil ini mampu sedeqahkan pahala kepada si mati, maka di dunia ini kita mesti kumpul duit banyak-banyak. Lepas itu pesan pada anak-anak supaya buat tahlil selalu. Nanti kalau dah mati, kita senang dalam kubur. Nah ini hanya meletakkan hidup kita dalam sangka-sangka. (QS:10/36)

Kalau macam tu orang-orang kaya akan hidup senang di alam kubur sebab anak-anak banyak duit untuk jamu orang makan dan buat tahlil. Bagaimana orang miskin dan yang melarat? Adakah Islam ini hanya untuk orang kaya sahaja? Masalah kita ialah kurang memahami hakikat apa itu PAHALA?.

Sebenarnya di dalam Islam tidak ada sistem ‘TRANSFER' pahala atau dosa kepada orang yang sudah mati kerana amalnya sudah terputus. Al-Qur’an menetapkan bahawa dosa seseorang tidak dapat ditanggung oleh orang lain (QS:17/15). Seseorang akan memperoleh hasil dari amalnya sendiri (QS:an-Najm : 38-39; QS:al-Muzzammil: 20 dll).

Ironinya kita tidak sedar bahawa sebenarnya PAHALA hanyalah angan-angan ahli kitab sahaja (QS:4/123). Kita membaca Yasin dan tahlil itu dengan harapan apa yang kita bacakan mampu meringankan dosa si mati. Bagaimana kita nak memberikan pahala kalau apa yang kita baca pun belum tentu kita faham? Ia kekal menjadi amalan yang sia-sia kerana tanpa kefahaman kita tidak mendapat pelajaran dan tentunya tidak melaksanakan apa yang kita baca.

Bicara amal adalah bicara hasil. Satu-satunya GANJARAN dari amalan itu ialah perlaksanaan ilmu pada anak yang soleh yang ditinggalkan si mati. Itu jelas sekali hadisnya. Ia hanya mampu kita gapai dengan meneliti setiap lafaz dalam TAHLIL dan selaku waris si mati kita bangkit melaksanakannya secara AKTUAL.

Majlis TAHLIL itu boleh dijadikan satu wacana tarbiah untuk saling ingat mengingati. Sama halnya macam solat Jumaat. Umat berhimpun di masjid untuk mendengar khutbah lalu bertebaran mencari kurnia Allah, melaksanakan apa yang dititihkan oleh khatib dari khutbah itu. (QS:62/9-10)

Dengan kembali kepada pelaksanaan kalimah ini secara AKTUAL sahaja boleh menjadikan kita saling rai-meraikan, tolong-menolong dan berkasih sayang. Semua itu jelas ada dalilnya. RITUAL hanyalah sekadar perlambangan dan tarbiah sahaja. Kita kini mendapat Islam juga hasil usaha orang terdahulu yang mengamalkan keseluruhan isi Al-Quran dan sunnah itu secara AKTUAL. Bukan sekadar RITUAL.

Itulah GANJARAN sebenar dari amal orang terdahulu. Ilmu agama dan akidah umat agama ini berkembang luas hasil dakwah mereka. Wilayah kekuasaan bertambah, umat berjaya disatukan, kemungkaran juga berjaya dikurangkan.
m taufiq a aziz said…
#bahagian 6
HUKUM TAHLIL DI SEBALIK IBADAH DAN UPACARANYA

Hari ini upacara ritual tahlil berlaku dalam situasi aktualnya tidak dilaksanakan. Kita rujuk juga teguran TGNA berkaitan ritual berwudhuk sebelum solat. Wudhuk yang tidak didisiplinkan dengan sempurna hanya akan membazir air. Sedangkan membazir itu sendiri amalan syaitan. Jadi apa AKTUAL sebenar wudhuk yang mahu kita amalkan?

Apa yang kita praktiskan sewaktu berwudhuk adalah konsep penyucian jiwa dan diri. Yang hendak dibasuh, disental dan dicuci bukan sahaja kotoran pada fizikal anggota wudhuk itu, tetapi lebih penting sekali menyucikan segala dosa yang dilakukan oleh anggota kita. Itu pencerahan dari TGNA yang perlu kita renung.

Kita harus tahu bagaimana untuk membezakan ibadah dan upacara. Sesuatu ibadah menjadi haram jika dibuat tanpa ilmu (QS:17/36). Itu ASAS BASMALAHNYA jika kita ingin melakukannya untuk dapatkan redha Allah. Kerana itu nabi SAW kata, “Akan tertolak suatu amal baik itu tanpa berbasmalah”.

Oleh itu, tahlil juga tidak akan jadi haram selagi kita tahu dan yakin bahawa ia mampu mendekatkan diri kita kepada Allah (QS:5/35). Ia akan JADI HARAM apabila kita SENGAJA menetapkan taqwim tahlil itu sebagai WAJIB, kerana Allah dan Rasul tidak wajibkan ia dengan dalil naqli secara jelas.

Mengikut kaedah fiqah (Qawaid fiqh), penetapan sesuatu hukum ibadah itu berlandaskan syarat wajib, sunat, harus, makruh dan haram. Asas SIROOT (basmalah / visi tersirat) dan perlaksanaan SABIL (misi jihad/ tersurat) itulah yang akan meletakkan sesuatu nilai ibadah itu di dalam kategori yang mana.

Tahlil dikatakan amalan baru kerana tidak berlaku di zaman nabi SAW. Namun ia juga tidak bertentangan dengan al-quran dan sunnah selagi tidak ada unsur MAKSIAT dan MENSYIRIKKAN Allah. Antaranya termasuk amalan NIHAYAH (meratap) yang memanjangkan kesedihan atau pemujaan kepada peribadi simati.

Ia boleh JADI HARAM apabila laki dan perempuan bukan muhrim bebas bercampur tanpa batas. Salah seorang sukarelawan kami baru sahaja menyaksikan satu majlis tahlil yang meletakkan urusan membaca Yasin dan tahlil itu diketuai serta dilakukan oleh golongan wanita. Yang janggal di situ ialah bila kaum lelaki hanya duduk berborak, memasak dan menjamu selera. Ini melanggar firman di QS:4/34.

Juadah jamuan di majlis tahlil juga biasanya disediakan oleh keluarga si mati. Sepatutnya kita meringankan beban mereka. Ini juga boleh menjadikan ia haram jika harta yang digunakan untuk majlis itu adalah hak anak yatim atau asnaf fakir dan miskin.

Ada pula kes yang melibatkan aktiviti menjual agama, mencari keuntungan dunia dengan mengambil upah membaca al-quran dan tahlil untuk si mati dengan pakej dan harga tertentu. Sebahagiannya turut mengeksploitasi pelajar tahfiz.

Oleh itu, kami di RPWP meletakkan UPACARA TAHLIL sebagai satu ibadah HARUS atau SUNAT mengikut kondisi tertentu. Kami nilai RITUAL ini dengan ilmu dan mengadilinya secara berimbang melalui hukum syarak, hukum adat dan hukum akal. Kerana itu jugalah setiap malam Jumaat atau bila ada permintaan masyarakat yang mengalami kematian, anak-anak akan melakukannya.
m taufiq a aziz said…
#bahagian 7
IBADAH DAN BIDAAH

Masalah kita di dalam masyarakat adalah PENCIPTAAN dan PENETAPAN ibadah-ibadah baru yang sentiasa bertambah mengikut edaran zaman dan fahaman. Ibadah khusus dikembangkan menjadi satu ciptaan ibadah baru. Sebagai contoh, ayat-ayat al-quran yang terpilih dibaca, di tokok tambah bersama dengan amalan-amalan lain lalu melahirkan formula IBADAH BARU.

Ibadah khusus + ibadah khusus + ??? = IBADAH BARU. Contoh; membaca surah al-Fatihah + Yaasin + beberapa ayat dari surah al-Baqarah + 3 Qul + tahlil + doa + jamuan + upah = MAJLIS TAHLIL.

Kita tidak mampu mengubah persepsi masyarakat yang sudah tebal dengan adat, budaya dan resam nenek moyang yang telah sebati di jiwa mereka. Apa sahaja yang bertentangan atau berlainan dari fahaman ritual tradisi masyarakat setempat akan dikecam.

Di Perlis contohnya tidak ada bacaan Yasin malam Jumaat. Tetapi berbeza dengan negeri lain. Di Mekah juga tidak ada langsung wirid dan doa selepas solat sepertimana amalan kita. Itulah dinamakan proses toleransi agama dan budaya. Kerana itulah dikatakan WALI SONGO mengasimilasikan ritual ini dengan pengisian agama. Paling penting Allah nasihatkan agar “jangan sampai kita mencaci upacara atau ritual agama mereka, kelak Allah akan dicaci berlebihan-lebihan” QS;6/108.

Toleransi dan perdamaian secara ritual inilah yang mensejahterakan agama buat umat yang berbilang bangsa dan budaya. Kita harus berkolaborasi dalam urusan budaya dan agama untuk menghasilkan asimilasi fahaman doktrin agama dengan masyarakat setempat. Janganlah terlalu jumud, rigid dan berlebih-lebihan dalam ritual agama. Yang penting kita PASTIKAN perlaksanaan AKTUALnya kita sempurnakan.

Bida’ah atau IBADAH BARU itu dikatakan sesat jika tidak kena gayanya. Tetapi, setiap amalan itu bergantung dengan NIAT dan ilmu, bukan sekadar ikut-ikut. Jika kita tahu asas BASMALAH yang sebenar dari petunjuk Allah, pasti tidak akan berlaku khilaf dan kesesatan. Niat yang berasaskan basmalah inilah yang membezakan samada ibadah kita benar atau hanyalah sekadar riuh rendahnya siulan dan tepukan tangan semata-mata. (QS:8/35,36)
m taufiq a aziz said…
#bahagian 8
KESIMPULAN

QS: 5. Al Maa'idah 35. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan CARILAH JALAN yang MENDEKATKAN DIRI kepada-Nya, dan ber’JIHAD’lah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan.

Jika kita rujuk, tafakur, tadabbur dan tabayyunkan dalil-dalil di atas, seharusnya kita akan dapat satu konklusi yang sama. KALIMAH TAHLIL ini amat besar kepentingannya. Ia berkait rapat antara kehidupan kita di dunia dengan alam berikutnya di akhirat. Syurgakah atau nerakakah kita? Gunalah akal yang Allah beri untuk kita sama-sama fikir. Bolehkah RITUAL TAHLIL ini kita kembangkan secara AKTUAL sebagai salah satu JALAN MENDEKATKAN DIRI kita kepada Allah?

Jika kalimah ini besar impaknya, maka tuntutan untuk melaksanakannya tentu besar. Adakah dengan HANYA MENGUNGKAP kalimahnya sahaja sudah mampu memenuhi 'demand' kalimah ini? Sudahkah dikira mengamalkan kalimah ini? Sudahkah menepati definisi amalan para salafussoleh? Sudahkah cukup untuk meletakkan Islam setinggi-tingginya, seperti mana Rasulullah pernah letakkan?

Perdebatan kita sebenarnya kerana kita sudah terperangkap dengan BELITAN RITUAL. Ini yang menjerat kita sehingga berpecah-belah, bercakaran, label-melabel, dan lebih teruk lagi bunuh membunuh! Kita banyak membazirkan masa 'bertarung' sesama sendiri dalam hal cabang/ranting. Setiap golongan berlumba-lumba untuk mewajahkan yang pendapat mereka lebih betul dari yang lain. Padahal hal akar dan pokok utama yang sepatutnya perlu ditumpukan (QS;14/24-27)

Sebaiknya kita hentikan polemik yang tiada kesudahan ini. Fokuskan kembali agenda mengamalkan Islam dalam bentuk AKTUAL, bukan RITUAL semata-mata. Itulah antara maksud Allah agar kita amalkan Islam ini secara KAFFAH. (QS:2/208)

Ayat ini selalu diguna untuk 'tembak' orang yang ambil ajaran Islam separuh-separuh. Contohnya kita ambil bab zakat tetapi tidak endahkan larangan riba', ambil bab solat tinggalkan bab tutup aurat. Namun kita lupa akan hal AMBIL RITUAL dan TINGGALKAN AKTUALnya. Bukankah itu juga termasuk dalam istilah 'AMBIL ISLAM SEPARUH-SEPARUH'?

Inilah kesimpulan akhir kami dalam dilema TAHLIL ARWAH. Ada kebaikannya jika kita lakukannya untuk memupuk perpaduan di kalangan masyarakat. Jadikan ia wacana dakwah dengan menganjurkan perlaksanaan AKTUAL dari setiap bacaan di majlis itu. Kita kembangkan ilmu tinggalan Rasulullah SAW dan si mati untuk sama-sama melaksanakannya. InsyaAllah perlaksanaan AKTUAL dari RITUAL TAHLIL ini akan memanjangkan amal anak Adam yang kita tahlilkan.

Begitu juga dengan nasihat TGNA tentang wuduk. Dikatakan bukan air yang banyak buat membasuh anggota itu yang dituntut, tetapi penyucian dosa pada anggota itu yang dimaksudkan secara AKTUAL dalam RITUAL wuduk itu. Hal ini juga pernah kami artikelkan dalam siri Rahsia Solat (WUDUK).

Buah fikir dan FURQON begini jugalah yang TGNA mahu kita TAFAKUR dan TADABBURKAN dalam wasiat beliau tentang tahlil arwah. Bacaan kita itu tidak beliau perlukan setelah matinya. Yang beliau mahu ialah perlaksanaan AKTUAL dari bacaan itu. Ia untuk kebaikan kita sendiri juga. AKTUAL tahlil itu yang lebih utama, bukan sekadar bacaan RITUAL yang hanya terhenti di bibir sahaja.

Semuga wasiat beliau ini membuka satu lembaran baru bagi kita tentang hakikat AKTUAL dan RITUAL dalam ibadah kita, khususnya merujuk kepada amalan mengadakan TAHLIL ARWAH.

WARGA PRIHATIN
— with Fazli Othman Abang.

Warga Prihatin
m taufiq a aziz said…
concluded by far

1. Tahlil ada fungsi aktualnya tersendiri dalam terjadinya ia sebagai ritual setelah sekian lama dijadikan amalan yang dianjurkan ulama-ulama lama tanah melayu dan nusantara. cuma kita terpisah seketika (beberapa ratus tahun) dari pimpinan ulama yang tahkik dek akibat penjajahan.

2. Saya suka nak buat tahlil. kamu suka atau tidak tidak menjadi masalah. lebeling tetap menjengkelkan.
m taufiq a aziz said…
ilmu sangat mudah diperolehi zaman ini sehinggakan disiplin mendapatkannya diketepikan. sedangkan perjalanan disiplin itu yang akan memelihara ilmu.

Seni Silat Cekak Malaysia adalah perjalanan pengukuhan disiplin (qalbi, qauli dan fekli) anjuran ulama-ulama lama bagi menjulang Islam di tempatnya semula.

Budaya itu kulitnya. Agama itu isinya.

Kulit tanpa isi adalah kosong.
Isi tanpa kulit adalah tahi.

Tak tahu, ikutlah (bukan ikut-ikutan) mereka yang tahu.

Popular Posts