Apakah makna semua ini.
Pagi-pagi mendapat nasihat yang berbau gampang.
Hingga menggigil tangan menggenggam.
Hingga terasa syaitan amarah meresap segenap urat-urat.
Apakah makna semua ini.
Benci-membenci bertopengkan nasihat.
Bukan dicari jalan pengikat.
Nasihat diberi berbau mayat.
Apakah aku lakukan ini.
Sudah dipesan ditanam amarahmu.
Orang mencungkil engkau keluarkan.
Bukankah ia aibmu?
Apakah aku lakukan ini.
Jika sabar hilang sama sekali.
Robohlah keluarga robohlah silaturrahim.
Kerana bala tiba sabar tiada.
Astaghfirullahal'azim...
"Bagaimana kita melihat dunia ini, bukan disebabkan oleh orang lain, tetapi oleh minda dan deria kita sendiri."
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan berprasangka, karena sesungguhnya sebagian tindakan berprasangka adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain”
(Al-Hujurat : 12)
“Berhati-hatilah kalian dari tindakan berprasangka buruk, kerana prasangka buruk adalah sedusta-dusta ucapan. Janganlah kalian saling mencari keburukan orang lain, saling inti-mengintip, saling mendengki, saling membelakangi, dan saling membenci. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara”
(Riwayat Al-Bukhari no. 6064 dan Muslim no. 2563 )
“Hati-hatilah kalian terhadap perkataan yang sekalipun benar kalian tidak diberi pahala, namun apabila kalian salah kalian berdosa. Perkataan tersebut adalah berprasangka buruk terhadap saudaramu”.
(Tahdzib At-Tahdzib)
“Apabila ada berita tentang tindakan saudaramu yang tidak kamu sukai, maka berusaha keraslah mancarikan alasan untuknya. Apabila kamu tidak mendapatkan alasan untuknya, maka katakanlah kepada dirimu sendiri, “Saya kira saudaraku itu mempunyai alasan yang tepat sehingga melakukan perbuatan tersebut”.
[kitab Al-Hilyah karya Abu Nu’aim (II/285) ]
Sufyan bin Husain berkata, “Aku pernah menyebutkan keburukn seseorang di hadapan Iyas bin Mu’awiyyah. Beliaupun memandangi wajahku seraya berkata, “Apakah kamu pernah ikut memerangi bangsa Romawi?” Aku menjawab, “Tidak”. Beliau bertanya lagi, “Kalau memerangi bangsa Sind , Hind (India) atau Turki?” Aku juga menjawab, “Tidak”. Beliau berkata, “Apakah layak, bangsa Romawi, Sind, Hind dan Turki selamat dari kburuknmu sementara saudaramu yang muslim tidak selamat dari keburukanmu?” Setelah kejadian itu, aku tidak pernah mengulangi lagi berbuat seperti itu”
(Bidayah wa Nihayah, Ibnu Kathir (XIII/121))
Orang yang berakal wajib mencari keselamatan untuk dirinya dengan meninggalkan perbuatan tajassus dan senantiasa sibuk memikirkan keburukan dirinya sendiri. Sesungguhnya orang yang sibuk memikirkan keburukan dirinya sendiri dan melupakan keburukan orang lain, maka hatinya akan tenteram dan tidak akan merasa gelisah. Setiap kali dia melihat keburukan yang ada pada dirinya, maka dia akan merasa hina tatkala melihat keburukan yang serupa ada pada saudaranya. Sementara orang yang senantiasa sibuk memperhatikan keburukan orang lain dan melupakan keburukannya sendiri, maka hatinya akan buta, badannya akan merasa letih dan akan sulit baginya meninggalkan keburukan dirinya”.
[Raudhah Al-‘Uqala (hal.131)]
“Tajassus adalah cabang dari kemunafikan, sebagaimana sebaliknya prasangka yang baik merupakan cabang dari keimanan. Orang yang berakal akan berprasangka baik kepada saudaranya, dan tidak mau membuatnya sedih dan berduka. Sedangkan orang yang bodoh akan selalu berprasangka buruk kepada saudaranya dan tidak segan-segan berbuat jahat dan membuatnya menderita”.
[Raudhah Al-‘Uqala (hal.133)]
******
“Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) namaNya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.”
(Q.S An-Nisaa’ : 1)
“Allah tidak membebani seseorang itu melainkan sesuai dengan kesanggupannya.”
Al-Baqarah ayat 286;
******
Pesanan aku bagi orang yang sedang perasan dirinya terlalu baik dan kerap menasihati orang.
Tarik papan sorong papan,
Buah keranji atas perahu,
Suruh makan dia makan,
Suruh mengaji dia tak tahu.
Dari jauh nampak tiang,
Sampai dekat nampak peti,
Nampak benar silap orang,
Silap sendiri nampak tak reti.
Kura-kura atas perahu,
Perahu nelayan dengan pukat tunda,
Bila dikata katanya sudah tahu,
Sudah tahu tapi dibuat juga.
Mulah kito poi mandi,
Mandi jangan berkubang tanah,
Omulah kito poi mangaji,
Mangaji jangan babuek pitona.
Ditampul bulung bira,
Diparsaong bulung siala,
Tona ni Nabinta,
Ulang kita marhata sala.
Pucuk dedap selara dedap,
Sudah bertangkai setapak jari,
Duduklah anak membaca kitab,
Sesudah pandai tegak berdiri.
Kalau dah jodoh tak kemana,
Kalau dah bodoh pun tak kemana.
Pagi-pagi mendapat nasihat yang berbau gampang.
Hingga menggigil tangan menggenggam.
Hingga terasa syaitan amarah meresap segenap urat-urat.
Apakah makna semua ini.
Benci-membenci bertopengkan nasihat.
Bukan dicari jalan pengikat.
Nasihat diberi berbau mayat.
Apakah aku lakukan ini.
Sudah dipesan ditanam amarahmu.
Orang mencungkil engkau keluarkan.
Bukankah ia aibmu?
Apakah aku lakukan ini.
Jika sabar hilang sama sekali.
Robohlah keluarga robohlah silaturrahim.
Kerana bala tiba sabar tiada.
Astaghfirullahal'azim...
"Bagaimana kita melihat dunia ini, bukan disebabkan oleh orang lain, tetapi oleh minda dan deria kita sendiri."
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan berprasangka, karena sesungguhnya sebagian tindakan berprasangka adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain”
(Al-Hujurat : 12)
“Berhati-hatilah kalian dari tindakan berprasangka buruk, kerana prasangka buruk adalah sedusta-dusta ucapan. Janganlah kalian saling mencari keburukan orang lain, saling inti-mengintip, saling mendengki, saling membelakangi, dan saling membenci. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara”
(Riwayat Al-Bukhari no. 6064 dan Muslim no. 2563 )
“Hati-hatilah kalian terhadap perkataan yang sekalipun benar kalian tidak diberi pahala, namun apabila kalian salah kalian berdosa. Perkataan tersebut adalah berprasangka buruk terhadap saudaramu”.
(Tahdzib At-Tahdzib)
“Apabila ada berita tentang tindakan saudaramu yang tidak kamu sukai, maka berusaha keraslah mancarikan alasan untuknya. Apabila kamu tidak mendapatkan alasan untuknya, maka katakanlah kepada dirimu sendiri, “Saya kira saudaraku itu mempunyai alasan yang tepat sehingga melakukan perbuatan tersebut”.
[kitab Al-Hilyah karya Abu Nu’aim (II/285) ]
Sufyan bin Husain berkata, “Aku pernah menyebutkan keburukn seseorang di hadapan Iyas bin Mu’awiyyah. Beliaupun memandangi wajahku seraya berkata, “Apakah kamu pernah ikut memerangi bangsa Romawi?” Aku menjawab, “Tidak”. Beliau bertanya lagi, “Kalau memerangi bangsa Sind , Hind (India) atau Turki?” Aku juga menjawab, “Tidak”. Beliau berkata, “Apakah layak, bangsa Romawi, Sind, Hind dan Turki selamat dari kburuknmu sementara saudaramu yang muslim tidak selamat dari keburukanmu?” Setelah kejadian itu, aku tidak pernah mengulangi lagi berbuat seperti itu”
(Bidayah wa Nihayah, Ibnu Kathir (XIII/121))
Orang yang berakal wajib mencari keselamatan untuk dirinya dengan meninggalkan perbuatan tajassus dan senantiasa sibuk memikirkan keburukan dirinya sendiri. Sesungguhnya orang yang sibuk memikirkan keburukan dirinya sendiri dan melupakan keburukan orang lain, maka hatinya akan tenteram dan tidak akan merasa gelisah. Setiap kali dia melihat keburukan yang ada pada dirinya, maka dia akan merasa hina tatkala melihat keburukan yang serupa ada pada saudaranya. Sementara orang yang senantiasa sibuk memperhatikan keburukan orang lain dan melupakan keburukannya sendiri, maka hatinya akan buta, badannya akan merasa letih dan akan sulit baginya meninggalkan keburukan dirinya”.
[Raudhah Al-‘Uqala (hal.131)]
“Tajassus adalah cabang dari kemunafikan, sebagaimana sebaliknya prasangka yang baik merupakan cabang dari keimanan. Orang yang berakal akan berprasangka baik kepada saudaranya, dan tidak mau membuatnya sedih dan berduka. Sedangkan orang yang bodoh akan selalu berprasangka buruk kepada saudaranya dan tidak segan-segan berbuat jahat dan membuatnya menderita”.
[Raudhah Al-‘Uqala (hal.133)]
******
“Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) namaNya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.”
(Q.S An-Nisaa’ : 1)
“Allah tidak membebani seseorang itu melainkan sesuai dengan kesanggupannya.”
Al-Baqarah ayat 286;
******
Pesanan aku bagi orang yang sedang perasan dirinya terlalu baik dan kerap menasihati orang.
Tarik papan sorong papan,
Buah keranji atas perahu,
Suruh makan dia makan,
Suruh mengaji dia tak tahu.
Dari jauh nampak tiang,
Sampai dekat nampak peti,
Nampak benar silap orang,
Silap sendiri nampak tak reti.
Kura-kura atas perahu,
Perahu nelayan dengan pukat tunda,
Bila dikata katanya sudah tahu,
Sudah tahu tapi dibuat juga.
Mulah kito poi mandi,
Mandi jangan berkubang tanah,
Omulah kito poi mangaji,
Mangaji jangan babuek pitona.
Ditampul bulung bira,
Diparsaong bulung siala,
Tona ni Nabinta,
Ulang kita marhata sala.
Pucuk dedap selara dedap,
Sudah bertangkai setapak jari,
Duduklah anak membaca kitab,
Sesudah pandai tegak berdiri.
Kalau dah jodoh tak kemana,
Kalau dah bodoh pun tak kemana.
kerana dalam amarah c&p sahaja lah
http://addienblog.blogspot.com/2012/03/larangan-buruk-sangka-dan-mencari-cari.html
http://jasminshahab205.blogspot.com/2013/03/muhasabah-diri-kita-amat-mudah-mencari.html
http://rumpunnusantara.blogspot.com/2009/10/pantun-sebagai-alat-pengucapan-agama-di.html
*****
Hati yang sedih bawa sembahyang
Mohonlah doa kepada Tuhan
Peganglah iman jangan bergoyang
Orang beriman kekasih Tuhan
Bacalah hadis kedua Quran
Sembahyang pun kini jangan tinggalkan
Kalau nafas masih di badan
Ajaran nabi harus kembangkan
Mohonlah doa kepada Tuhan
Peganglah iman jangan bergoyang
Orang beriman kekasih Tuhan
Bacalah hadis kedua Quran
Sembahyang pun kini jangan tinggalkan
Kalau nafas masih di badan
Ajaran nabi harus kembangkan
No comments:
Post a Comment